Tinggalkan komentar

Business Development, role and basic needs to survive and grow

Overall saya mulai dengan yang paling basic, BD dan Sales itu dua hal yang berbeda.
Sales cocok untuk produk produk yang rigid, ready to use, ready to eat dan minimum atau no customization. Sales cenderung straight to the point.

BD cocok untuk produk produk yang butuh penjelasan lebih lanjut terutama dalam hal bagaimana produknya digunakan oleh customer. Produk yang ditawarkan BD, cenderung bisa dicustom dari model mass customization hingga full customization (niche). BD cenderung elaborasi dan explorasi dalam melakukan pendekatan.

Dibawah ini adalah hal-hal yang menurut saya sangat perlu diperhatikan oleh seorang BD saat mereka pindah ke tempat kerja baru atau untuk meningkatkan kinerja nya:

Pertama, Blending with the Brand, begitu join, hari pertama, maka ganti semua profile picture linkedin kita, banner hingga background zoom/gmeet/teams dengan brand kita. Jangan nunggu lulus probation baru ganti. Gimana bisa sukses jualan, wong kita sendiri ga pede ama kemampuan kita. Semua hal itu dimulai dari kita dulu baru ke luar.

Kedua, Paham Product, stage ini bukan hanya tau cara pakai, bukan hanya soal hapal menu atau hapal fitur, namun bener bener paham process ya dari register hingga check out, dari buka pintu hingga tutup pintu, dari concept hingga pas dibangun, dari onboarding hingga invoicing.

Banyak yang begitu pindah ketempat baru, langsung merasa jadi product auditor, baru selesai meeting 1 atau 2 client langsung bikin list fitur baru yang mesti segera dibuat oleh productnya. Ini Red Flag banget. Gunakan paling tidak 1 minggu penuh utak atik itu product dan explore banget setiap steps nya.

Dengan paham product, kita jadi tau, kira kira akan seperti apa product ini akan digunakan oleh client dan jika ada fitur yang belum kita punya maka kita paham bagaiman untuk hacking around nya, plus kalo kita di compare dengan competitor manapun kita tau how to get away from it.

Ketiga, Paham Business Process, stage ini BD mesti memahami sekali kira kira bagaimana business process dari si client. Punya basic research itu bagus, namun minimal mesti bisa berpikir secara structural thinking alias berurutan.

Jika kita product kita jasa architecture, maka kita mesti paham bagaimana flow process dari calon client kita, sehingga kita bisa design sesuai dengan cara mereka beraktivitas. Jika product kita adalah SaaS B2B Commerce seperti Borong, maka team akan mencari tau bagaimana proses bisnis mereka saat ini sehingga team akan bisa memberitahukan bagaimana mereka menggunakan Borong agar bisa bantu bisnisnya Lebih Optimal atau Lebih Gesit atau bahkan tumbuh Lebih Pesat.

Baca buku, majalah, desktop research pake bing atau google, hingga ngobrol sama banyak client bantu kita semakin paham tentang Business Process client kita. Ingat, kecuali temen2 kerja di software house atau build to suit atau taylor made, maka ide buat bikin fitur baru atau bikin product baru disimpen banget ya, kita being hire to find the right customer for our product.

Keempat begitu sudah beres ama diatas, maka mulai dengan bikin funnel list. Untuk BD secara umum funnel akan terbagi 4 bagian:

Satu, Opportunity List – ini adalah list of company yang menurut hipotesa kita cocok dan butuh product kita. Status nya belum, ketemu, baru sebatas research tentang mereka.

Kedua, Pipeline List – begitu kita berhasil meeting dengan mereka dan bisa tau kebutuhan mereka maka masukkan mereka ke List of Pipeline. Tahap ini paling tidak dapat informasi basic : Bagaimana kondisi mereka saat ini, Pain Point mereka, Expectasi mereka.

Ketiga, Quality Leads – Follow up dari Pipeline adalah mengirimkan follow up deck atau follow up meeting yang berisi : bagaimana product kita akan digunakan dan bisa membantu mereka menyelesaikan masalah mereka

Keempat, Closing Leads – ini tahap negosiasi dan finalisasi baik terkait product maupun commercial

Gimana menurut temen2? Semoga bisa membantu ya, monggo share juga pengalaman atau comment nya dibawah ini.

Tinggalkan komentar

#Omnichannel Part 2

Yuk, lanjutin dari #Omnichannel sharing kemaren. Dimana part 1 saya share ttg #Embrace #Empower dan #Expand sehingga temen2 bisa mencapai #CustomerLifeTimeValue yang maksimal.

Kali ini saya share ttg apa impactnya jika kita terlalu lama di stage #Embrace . Just recall saja, dalam stage ini kita berada ditahap awal yaitu ada dimana mana namun belum terintegrasi dan data masih tersebar dimana mana bahkan mungkin banyak yang belum bisa memiliki data tersebut.

Secara general impact “stay” di stage #Embrace adalah:

SILO secara organisasi yang berimpact pada #CustomerExperience

Biasanya company dalam tahap ini akan menjadikan new channel tersebut sebagai new revenue stream. POV ini bagus namun terlalu micro. Kenapa?

  1. Omnichannel seharusnya dilihat sebagai multi touch point #Customer dengan #Brand yang berarti merupakan satu rangkaian process. Dimana sebagai sebuah touch point maka akan ada dua aktivitas dasar yaitu : Mencari Informasi dan Melakukan Pembelian.
  2. Based on point 1 diatas, maka keberhasilan sebuah new channel tidak hanya dilihat dari berapa banyak #Transaksi namun juga mesti dimulai dengan funnel lebih atas yaitu berapa banyak #Interaksi yang terjadi. Yang berarti sebuah new #Channel dianggap kurang berhasil jika jumlah yang customer yang datang sangat minimum.

Reason nya bisa :
a. Channel tersebut belum di informasikan dengan baik
b. Channel tersebut belum mengakomodasi kebutuhan customer
c. Channel tersebut bukan merupakan bagian dari journey customer anda alias disana bukan tempat customer anda berada.

  1. Based on point 2 diatas, maka role orang yang menjaga atau merawat channel tersebut jangan hanya diukur oleh #sales dan #revenue namun juga diukur dengan #NPS #NumOfVisit (New and Repeat) dan #PurchaseJourneyCheck

Purchase Journey Check adalah simple question untuk tracking dari mana asal awareness customer yang bertransaksi. Bentuk pertanyaan nya: Dari mana anda mengetahui ttg produk kami?

Jika role di define dengan baik, maka tidak akan terjadi #rebutan #pelanggan antar channel. apa gunanya online sales naik karena pelanggan offline diambil? begitu juga sebaliknya.

Nah jika database pelanggan dimiliki oleh temen2, maka proses trackingnya akan semakin baik.

Contoh: Pelanggan A datang ke Online dan beli di Offline store kita. atau, pelanggan A tanya informasi di toko kebon sirih dan beli di toko aeon bsd.

Pengalaman #Omnichannel harus align dengan #CustomerExperience . Itu kenapa penting untuk memiliki #database pelanggan secara unified untuk bisa membuat semua loyality program dan sales program yang tepat sasaran.

Mau mulai dari mana?

  1. Mulai dengan pahami point 1, 2 dan 3 diatas. serta baca lagi part 1 ttg #Omnichannel ini.
  2. Inventarisir semua channel yg dimiliki dan lihat mana yang databasenya kita punya mana yang dimiliki orang lain
  3. Mulai satukan mereka dengan paling tidak memiliki platform terintegrasi : Punya Home #Commerce sendiri, #CRM dan integrasi ke #SCM seperti Platform #Borong

Post your comment ya

Tinggalkan komentar

#Omnichannel – Part 1

Saya mau sharing ttg #omnichannel , topic yang dibahas saat #IndonesiaRetailEcommerceSummit2023 organized by Scribe Minds & Media

Saat ini euforia omnichannel sering berhenti atau nyaman di stage pertama yaitu #Embrace, dimana pada stage ini kita focus untuk ada dimana mana. Dari official store di berbagai marketplace, bikin order via WA, daftar di food online hingga muncul di live tiktok. Stage ini bagus, karena membantu kita untuk boosting short term performance. Yes, short term, cocok untuk tahap penetrasi market.

Namun begitu bicara untuk medium to long term, kita mesti masuk ke stage berikutnya #Empower , ini adalah soal bagaimana agar seluruh channel bisa terhubung satu sama lain secara seamless. Karena semua itu merupakan rangkaian dari #CustomerJourney dan #touchpoint untuk brand kita.

Saya mungkin akan mencari info dan komparasi via ibox website dan experience productnya di ibox store, jika suka saya langsung beli disana. Saya start dari online dan closing di offline. Ada juga yang sebaliknya atau bahkan stay di channel seperti online berakhir di online hanya pindah marketplace atau seller atau offline berakhir juga offline hanya pindah mall.

Tahap empower ini adalah soal Data. Bagaimana caranya bisa bicara #CustomerLifeTimeValue jika data di Tokopedia, di Gojek, di Tiktok dan di POS toko tidak saling ngobrol? Atau paling basic, seluruh data itu semua bahkan tidak dimiliki oleh anda sebagai pemilik brand? Tanpa data, bagaimana mau bicara soal experience? Soal loyalty saja terpisah pisah dan berakhir dengan jebakan Promo, tanpa discount data ga datang.

Saya dan team Borong Indonesia sering banget ketemu begini, cukup sayang, karena proses nya jadi tidak holistic. Omnichannel nya jadi tidak berjalan maksimal.

Perlu untuk segera menyatukan mereka dalam sebuah Platform yang punya kemampuan untuk menyatukan proses Sell In sampai Sell Out.

Jika ini dilakukan, maka kita bisa masuk ke tahap #Expand dimana kita bisa lihat titik lemah disebuah channel untuk ditambal dan titik kuat disebuah channel untuk di scale up. Sehingga bisa membuat strategy untuk memperkuat dan mulai masuk ke area yang belum terjamah alias Expand.

Good news, untuk bisa sejago PT. Erajaya Swasembada, Tbk. dalam membuat pengalaman omnichannel yang maksimal, punya banyak alternatif enabler technology. Baik secara cost maupun biaya bahkan waktu. Sekelas Borong misalnya, dalam 14 hari kerja sudah bisa mulai live dan kurang dari 3 bulan sudah bisa fully integrasi dengan system yang dipunya sekarang.

Ini berarti, Customer First vision bisa untuk siapa aja, sehingga sekelas #Lokal #Distributor atau #Prinsipal pun bisa melakukannya.

So, Omnichannel hanya bisa maksimal jika #DATA dimiliki dan #TERINTEGRASI <— ini dasar untuk membangun Customer Lifetime Value dan membangun #CustomerExperience lebih powerful.

Next saya akan sharing ttg faktor non teknis akibat dari proses #Omnichannel hanya sampai stage #Embrace

Learning bareng dg share dan comment ya.

#BusinessSharing

Tinggalkan komentar

Ada ga sik Product yang Superior dan Super Lengkap?

Ada ga sik product yang superior dan super lengkap dibanding kompetitor nya?

Saya mau sharing awal awal karir selling product. Dimana saat ketemu calon client (leads) ternyata product kita ga lebih lengkap, ga se powerful client (jauh dibawah expectation nya)

Tapi saat saya punya product yang superior dari seluruh kompetitor, ternyata masih aja kurang nya dimata leads.

Kalo dianalogikan, leads maunya Ferrari, yang muat 7 org, kenceng kayak 2 pintu, ga goyang tapi suspensi lembut, bensin irit banget, service murah banget dan harga setara avanza, boleh nyicil dg DP 0% tanpa bunga… Silahkan ditambahkan kalo ada lagi… 😅

Mindset diatas umum terjadi di awal Karir, saat saya masih pemula. Bahwa saya gagal krn product saya jelek. Andai saja product saya bisa super power mungkin saya over target 1000x….

Sampai saya sadar bahwa konsep : “offer the right product to the right person on the right time” itu fundamental penting banget.

Right Product
Ini butuh research ttg pain point dari leads kita. Dan bagaimana product kita bisa solve pain point tersebut. Begitu ketemu ini, maka Suzuki pickup tanpa ac, bangku tegak bisa laku krn leads butuh bak belakang nya.

Right Person
Kita juga mesti check siapa sik leads kita ini. Market leader or not, lagi pengen expand atau struggling to survive. Bahkan ke level person juga. Posisi ini orang apa sik? User atau Decision maker? Salah approach bisa gagal dibayar kontan!

Right Time
Nah ini ternyata juga penting, nawarin saat omzet lagi tinggi dan omzet lagi ambruk itu beda approach banget. Salah ngomong malah diomelin hahahahaa

At the end, inget beberapa hal ini:

  1. Wajib Ngerti banget sama product kita, ga ada excuse kita ga ngerti. Apalagi baru pindah kerja, duduk pelajarin banget product kita ga usah sok tau apalagi iseng pake konsep product mantan ke tempat baru tanpa melewati basic ini.
  2. Do research biar 3 hal diatas bisa terlewat dg baik. Mau Pengalaman ratusan tahun pun, do your research. Bisa dari desktop research, majalah atau tanya tanya orang. Rajinlah bertanya. Network does matters.
  3. Belajar ttg Process agar bisa memahami bagaimana product atau solusi kita memberikan benefit ke leads. Process itu diantara nya:
    a. Purchasing process
    b. Decision process
    c. Business process
    d. Deployment process
    e. Usage process

Dengan demikian kita selalu bisa menemukan angle yang tepat untuk offering product kita, karena kita tau limitasi product dan tau bagaimana focus pada strong point nya.

Pengalaman saya, tak ada product yang sempurna. Hacking around product juga bisa jadi solusi terutama jika anda seorang Business Development.

Gimana temen2? Boleh share ttg how you guys overcome the product limitation? Share ya..

Tulisan ini saya post juga di LinkedIn saya dengan hestek #SundayDiscusssion

Tinggalkan komentar

2015 is about to end, have you prepare your 2016 Plan?

Kenapa kita perlu Rencana Kerja (RK)? Karena kita punya Tujuan yang ingin dicapai!

RK membantu kita untuk mencapai Tujuan yang kita inginkan secara maksimal. Sebagai panduan, RK mengandung seluruh unsur dalam aspek perusahaan mulai dari Financial Perspective, Customer Perspective, Internal Business Process Perspective hingga Learning and Growth Perspective. Dimana ke empat aspek tersebut dikenal dengan Balance Score Card (BSC).

Yuk kita bahas secara singkat:

1. Financial Perspective, pada bagian ini terdapat minimal 2 target mendasar : yaitu besaran revenue yang ingin didapatkan dan besaran keuntungan (net profit) yang ingin diterima. Besaran angka ini penting untuk ditetapkan sebagai acuan seluruh kegiatan perusahaan dari penjualan, investasi hingga pengeluaran biaya operasional. Kita harus tahu berapa yang akan kita dapatkan agar kita bisa merencanakan berapa besar biaya atau investasi yang akan kita keluarkan. Dasar perhitungannya menggunakan history setahun sebelumnya ditambah dengan besaran pertumbuhan yang kita harapkan untuk penjualan serta besaran biaya atau investasi yang akan kita keluarkan. Perkiraan ini dibuat dari mulai per store dan per department baru kemudian di konsolidasi secara nasional.

2. Customer Perspective, pada bagian ini terdapat minimal 2 target mendasar yaitu jumlah customer yang kita inginkan serta tingkat kepuasan yang kita harapkan. Mengapa ukuran ini penting? karena revenue yang kita hasilkan merupakan hasil transaksi dari para pelanggan atau pembeli produk dan jasa kita. Kepuasan mereka merupakan faktor yang menentukan masa depan perusahaan kita. Dasar perhitungannya bisa melihat jumlah transaksi yang terjadi atau jumlah produk yang terjual, dimana kita bisa asumsikan 1 orang per transaksi atau per produk. Namun jika memiliki database pelanggan serta perhitungan traffic pelanggan maka perhitungannya menggunakan data tersebut.

3. Internal Business Process, pada bagian ini merupakan seluruh usaha kita secara internal yang akan kita lakukan untuk mencapai 2 persepective sebelumnya. Dimana pada bagian ini minimal terdapat 4 target mendasar : Bidang Marketing & Sales, Bidang Product Development atau Business Expansion, Bidang Business Process & Improvements dan Bidang Partnership with Supplier or Partner.  Mengenali proses internal yang harus kita lakukan membuat seluruh tujuan kita tidak sekedar impian semata tapi sebuah Tujuan yang bisa kita usahakan dan capai.

4. Learning & Growth Perspective, pada bagian ini merupakan usaha-usaha yang kita lakukan dari sisi Human Capital . Pada bagian ini minimal terdapat 2 target mendasar yaitu : Training untuk Learning and Growth serta Recruitment untuk membantu proses Growth. Karyawan adalah sumberdaya paling utama karena menentukan apakah seluruh teknologi, proses serta keberlangsungan usaha kita bisa maksimal dan berjalan baik apa tidak.

Kapan sih, proses perencanaa ini harus dilakukan? Waktu yang paling tepat adalah pada awal quarter ke 4 atau sekitar awal Oktober. Namun yang ideal adalah sekitar Agustus atau September tergantung seberapa besar ukuran dan kompleksnya  perusahaan.

Dan jika sampai dengan hari ini anda belum memulainya, maka pastikan setelah membaca Newsletter ini anda segera mengumpulkan Top Management anda dan mulai membuatnya. Prosesnya tidak sulit namun memang butuh totalitas. Anda bisa search  tentang Balance Score Card, ada banyak contoh dari yang paling ideal hingga panduan praktisnya.

Atau anda juga bisa mengundang Opsmarketer untuk memberikan 1 session terkait basic prosesnya dari Visi hingga ke SMART action plan tiap orang. Dimana jika ini dilakukan, maka kita sudah tidak perlu lagi bingung bagaimana mengukur performance tiap orang karena mereka sudah punya apa yang disebut dengan Key Performance Indicator (KPI). Untuk Rate and Schedule availability bisa email ke : info@opsmarketer.com

Selamat Menyambut Tahun Baru 2016!!!!!

Tinggalkan komentar

How To Create Low Cost Sales Promotion Program at Store Manager Level?

Di retail challenge yang menantang salah satunya adalah kecilnya persentase Marketing Cost, biasanya dibawah 5% dan yang sering adalah 2% dari total sales. Itu Marketing Cost loh, artinya seluruh biaya mulai dari Iklan, cetak brosur hingga tactical program di Store sudah masuk kesana semua. Nah loh, kalo nominal sales nya masih kecil maka budgetnya bisa kecil banget. Apalagi jika ownernya short term thinker bisa lebih menderita lagi itu team marketing.

Trus jika di level HO saja sudah menderita apalagi di Store level? Padahal di Store level butuh banyak tactical program, mengingat program Nasional tidak bisa cover 100% kebutuhan Store bukan? Trus gimana caranya mengantisipasi hal ini? Ingat Store level itu juga seringkali dibatasi oleh wewenang dan ini menyulitkan namun dengan kreatifitas kita bisa bikin banyak hal sebagai Store Manager.

A. Joint Promotion

Ini yang paling umum dilakukan dan paling mudah dilakukan oleh setiap Store Manager (STM). Ingat kita berada di dalam Mall, berarti ada banyak tenant yang bisa kita ajak jadi partner Joint Promotion (JP). Konsep dasar JP adalah :

  1. Memiliki kesamaan Target Market
  2. Saling Menguntungkan
  3. Seimbang

Objective dasar dari program JP adalah Peningkatan Potential Traffic dengan menarik traffic dari partner JP ke Store kita begitu juga sebaliknya. Karena berada dalam satu segment maka tingkat potensinya lebih tinggi.

Beberapa program yang bisa dilakukan adalah memberikan benefit tambahan dimana besaran dan bentuknya disesuaikan dengan local budget atau wewenang dari Store level karena berbeda di tiap perusahaan. Dan bentuk program nya sangat bervariasi tergantung dengan siapa kita akan melakukan JP. Kreativitas sangat dibutuhkan dalam merancang program JP. Secara umum konsep dasarnya seperti contoh dibawah ini.

Contoh Program:

  • Bawa Struk Belanja, dapatkan special price/special product/special treatment
  • Belanja minimal sekian rupiah mendapatkan voucher dari Store A
  • Hingga saling menampilkan display product
  • Saling meletakkan flier atau POP

B. Supporting Mall Event

Seringkali mall mengadakan acara, namun seperti yang kita ketahui mall juga sangat membutuhkan partnership mengingat budget mereka juga sangat terbatas padahal acara yang harus dibuat butuh banyak biaya.

Nah kita bisa masuk dari celah seperti ini. Coba perhatikan event yang akan dibuat dan lihat dari sisi kita apakah ada product yang bisa kita berikan untuk support acara tersebut? Atau jika tidak ada product yang bisa kita berikan kita juga bisa berikan benefit untuk mereka.

Contoh:

  • Memberikan potongan atau special price atau product untuk setiap yang mendaftar dengan menukarkan kwitansi pendaftaran
  • Bisa juga memberikan performance art ke acara mereka dan sebagai gantinya mendapatkan booth untuk pendaftaran

Dan ini berlaku untuk setiap event yang dijalankan di mall dimana Store kita berada. Disini butuh kejelian STM untuk melihat dan mencari celah untuk support.

Dua tactical diatas adalah cara menarik traffic dari luar dan memperbesar market dengan customer acquisition program. Ingat Rumus dasar sales:

Quantity Sold x Price = Sales

Quantity Sold bisa datang dari jumlah pembeli yang meningkat dari traffic yang meningkat atau bisa datang dari peningkatan volume pembelian dari pembeli yang tetap.

Di Articl lain kita bahas lebih detail dari rumus dasar sales ini dan implementasinya. Now, Lets Try Simple Tools diatas yang bisa dilakukan di level Store. Kunci dari program ini adalah memperbesar Relationship and Networking (RAN).

Tinggalkan komentar

Ganti Marah dengan Tools Pembinaan HR

Pada article sebelumnya sudah dijelaskan secara umum tentang bagaimana untuk menghindarkan pengelolaan karyawan dengan personal dan perasaan. Pada article ini kita bahas lebih detail tentang pembinaan karyawan. Salah satu fungsi atasan adalah membina bawahannya. Nah dalam banyak hal fungsi ini jadi kurang maksimal karena banyak atasan yang lebih bisa memerintah dan marah-marah dari pada memberikan pembinaan kepada bawahannya.

Pada level store manager (STM) mulai memahami beberapa tools pembinaan dibawah ini:

A. Training

Melatih staff sangat penting selain untuk memastikan mereka bisa mengerjakan tugasnya dengan baik juga salah satu fungsi managerial adalah membantu bawahannya untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan mereka sehingga suatu saat mereka bisa menjalankan fungsi yang kita jalankan sekarang atau disebut juga dengan promosi kenaikan pangkat.

Di level store, training bisa dilakukan saat Shift Briefing (SB) atau saat Monthly Meeting (MB). Training berbeda dengan curhat. Jika curhat hanya cerita pengalaman saja maka training mengajarkan bagaiman sebuah pekerjaan dilakukan, apa yang harus diperhatikan, apa yang menjadi ukuran atau objective nya. Dimana output dari kegiatan Training, para bawahan tidak hanya bertambah wawasan juga menjadi tambah kemampuan untuk mengerjakan sebuah tugas lebih baik.

Role Play adalah salah satu cara training yang bagus selama dijalankan dengan sungguh-sungguh. Atau untuk menambah wawasan, maka kegiatan seperti bedah buku, sharing case dan cari solusi bersama bisa menjadi contoh-contoh untuk training di store.

B. Coaching

Jika training melatih staff kita dikelas atas saat meeting. Maka  sebagai STM kita berkesempatan untuk melakukan coaching langsung kemereka saat action. Mulai dari mendampingi mereka jualan hingga memberikan contoh bagaimana realita berinteraksi dilapangan, bagaimana menggunakan ilmu saat training ke implementasinya.

Proses coaching yang benar adalah menjelaskan apa yang sudah dilakukan tadi dan kenapa harus lakukan itu. Coaching yang kebablasan adalah hanya menyuruh mengikuti tanpa memberitahukan kenapa itu dilakukan. Pada akhirnya melahirkan kebiasaan tanpa kemampuan mengembangkan.

Dua hal diatas yang bermanfaat untuk pengembangan karyawan kita. Hilangkan kekhawatiran bahwa jika mereka diajarkan maka nanti mereka akan melawan kita. Atau dulu ga ada yang ngajarin kita dan kita berusaha sendiri untuk belajar. Atasan anda dulu salah apakah mau mengulang kesalahan? Belajar yang terbaik adalah dengan mengajar. Karena saat mengajar ke mereka maka kita juga mendapatkan feedback serta seringkali kita juga belajar lagi agar semakin maksimal hasilnya.

Nah diatas adalah untuk pengembangan, bagaimana jika ketemu ada kesalahan, pelanggaran atau sesuatu yang perlu di bina? Kedewasaan seseorang terlihat saat terjadi hal seperti ini. Tak jarang ditemui atasan yang lebih senang marah-marah hingga memaki terkadang jika melihat bawahannya melakukan kesalahan atau tidak mengerjakan yang diperintahkannya. Dan sering juga ini digunakan sebagai tools untuk membuat balas budi karena memberikan toleransi berlebihan sehingga menjadikan atasan seperti seseorang yang ditakuti dan seperti “Tuhan”

Sekarang mulai belajar menggunakan tools dibawah ini, mulai dari Teguran Lisan hingga Surat Peringatan Ketiga yang berarti pemecatan. Kita itu bekerja dan bekerja hubungan kita adalah Professional bukan personal. Saat kita tidak mampu memisahkan emosional personal dan membawanya ke ranah Professional maka saat itu juga kita gagal menjalankan fungsi kita sebagai manager atau atasan. Biar ga paranoid dengan tools ini, kita bahas satu persatu ya.

C. Teguran Lisan

Ini adalah tahap pembinaan paling ringan yaitu menegur secara lisan. Saat menemukan kesalahan atau hal – hal yang tidak seharusnya maka mulailah dengan menegur secara lisan. Saat menegur jelaskan apa kesalahannya dan apa yang seharusnya dilakukan. Dan berikan kesempatan mereka menjelaskan kenapa hal itu bisa dilakukan.

Jika ada buku manager atau email, pastikan menuliskan atau mengirimkan emailnya sehingga mereka ingat atas kesalahan mereka dan paham bahwa merek harus memperbaiki dimasa yang akan datang.

D. Surat Teguran

Porsi ini sudah dalam tahap lebih tinggi tingkat kesalahannya atau pengulangan dari kesalahan yang sama yang sudah di berikan Teguran Lisan. Jika ini adalah pengulangan dari Teguran Lisan maka tuliskan kapan waktu itu diberikan dan apa yang dilanggar serta apa yang kita harapkan.

Surat Teguran sudah menjadi catatan dalam kondite kerja dimana didalam Surat harus dijelaskan bahwa jika tidak ada perbaikan atau mengulangi kesalahan maka akan diberikan Surat Peringatan. Sama dengan Teguran Lisan, saat memberikan pembinaan ini kita juga dengarkan dari mereka kenapa hal itu bisa terjadi.

E. Surat Peringatan 1, 2 dan 3

Tahap Surat Peringatan berarti secara kesalahan ini sudah tinggi atau berulang. Isi Surat kurang lebih sama dengan Surat Teguran hanya saja secara kondite kerja biasanya akan mempengaruhi mulai dari kenaikan pangkat hingga bonus tahunan. Dan khusus pada Surat Peringatan Ketiga maka ini berarti pemutusan hubungan kerja.

Harap dipahami, dalam memberhentikan karyawan kita harus punya kejelasan kenapa? Jika karena ketidakmampuan mereka maka harusnya dibuktikan dengan Key Performance Indicator (KPI) result atau dengan Surat Peringatan.

Dengan membiasakan diri menjalankan proses pembinaan secara Professional maka kita menghidupkan lingkungan kerja yang penuh kepastian. Dimana kinerja diukur dengan KPI dan pembinaan menggunakan tools yang ada. No More favorite atasan karena banyak toleransi dan Atasan Killer karena banyak ngomel-ngomelnya.

Bisa? Yuk dijalankan!

Tinggalkan komentar

PDCA : Tools Basic Untuk Supervisory Skill

Sering denger dengan kata PDCA ? Yup itu adalah Plan, Do, Check, Act. Ini adalah Tools Management paling mendasar dalam melakukan fungsi sebagai Supervisor keatas. Simple dan karena saking simplenya itulah jadi lebih sering dilupakan hehehehehe. PDCA saat ini secara trend ketutupan dengan banyaknya training terkait dengan Leadership yang lebih mengutamakan soft skill. Apakah salah? Tentu tidak, PDCA adalah pondasi dasar management. Membangun rumah yang nyaman jadi terasa kurang saat pondasinya tidak kuat.

Yuk kita lihat lebih dekat tentang PDCA ini.

A. Plan

Biasakan untuk selalu membuat rencana sebelum melakukan sesuatu. Di store level, rencana dimulai dari Tahunan, Semesteran, Triwulan, Bulanan, Mingguan, Harian hingga per Shift. Kenapa? Karena rencana menjadi arah atau tujuan apa yang kita mau raih. Dengan mengetahui apa yang akan kita mau raih kerjaan dan aktivitas kita menjadi teratur dan terukur.

Plan bisa dibuat dengan cara yang mudah dari menuliskan di buku To Do List hingga berupa satuan rencana kerja yang comprehensive. Dalam hal ini kita buat dalam bentuk yang mudah ya sebagai contohnya.

Sebelum membuat Plan, maka mulai dengan Objective yang akan dicapai. Harus tau tujuan mau kemana baru bisa bikin rencana kesana. Jangan sampai sudah bikin Plan pas ditanya mau kemana jawabannya, belum tau yang penting dibuat dulu aja hehehehe

Contoh:

  • Objective : Mencapai Target Harian
  • How To Achieve : dengan meningkatkan jumlah Traffic Masuk dan Mempertinggi Conversion Rate

Plan :

Meningkatkan Traffic Masuk

  1. Bagi Brosur di Pintu Masuk Utama pada Jam Utama yaitu Jam 12 siang dan Jam 7 Malam.
  2. Staff melakukan greeting didepan pintu masuk store

Mempertinggi Conversion Rate

  1. Melakukan Role Play Shift Briefing
  2. Meletakkan Highlights Item pada lokasi yang terlihat

Plan bisa ditulis di WhiteBoard dan yang paling penting dari Plan adalah di Komunikasikan ke seluruh team dan dijelaskan role masing-masing team member sehingga mereka tau dan paham apa yang harus mereka raih dan harus dikerjakan.

B. Do

Setelah punya Plan dan sudah dikomunikasikan, maka yang harus dilakukan adalah Mengerjakannya! Yup, lakukan sesuai dengan Plan. Kegagalan dari sebuah rencana paling sering karena tidak dikerjakan. Seringkali tergoda untuk bekerja tanpa rencana dibanding dengan rencana sehingga rencana yang dibuat ga lebih dari tulisan kertas yang tak berguna.

Lakukan apa yang didalam Plan secara sungguh-sungguh karena saat kita membuat Plan kita berharap 100% effort dikerjakan.

Nah dalam setiap pelaksanaan pastikan selalu dikumpulkan data dari hasil kerjaannya sehingga bisa kita ukur dan evaluasi.

C. Check

Dalam proses Check, yang perlu dievaluasi adalah 3 (tiga) hal

  1. Progress Kerja, apakah yang ada di Plan sudah dikerjakan?  Lihat Plan list nya, yang sudah dikerjakan bisa diberikan tanda entah itu dicoret ataupun.
  2. Review Hasil, lakukan review secara dalam atas hasilnya mulai dengan Tanya Why? Dan terus explore sampai mendapatkan akar dari masalahnya.
  3. Face Brutal Facts, apapun hasilnya terima dan ini menjadi bahan kita selanjutnya.

Proses Check yang baik akan menghasilkan perbaikan dimasa yang lebih baik lagi. Lakukan check secara comprehensive atas setiap fakta yang didapatkan dari hasil pengerjaan.

D. Act

Hasil dari review dari Check dijadikan langkah untuk kedepannya.

  • Jika hasilnya bagus, apakah dilakukan lagi dengan cara yang sama? Atau butuh penyesuaian?
  • Jika hasilnya tidak bagus, apakah harus diperbaiki cara eksekusinya? Atau mengganti caranya?

Evaluasi seluruh keadaan baik saat Plan itu dieksekusi dan sesudahnya, lihat apakah ada perubahan pada factor-faktor saat kita melakukan Plan diawal. Atau ada yang kita tidak pertimbangkan?

PDCA, berbentuk Wheel, setiap process saling terkait, untuk itu kesinambungan process dan kualitas dari hasil setiap proses akan mempengaruhi proses selanjutnya. Saat pertama kali melakukan adalah wajar jika terjadi kurang sempurna dibeberapa sisinya. Namun selama dilakukan secara konsisten maka ini akan menjadi culture dalam setiap kerjaan kita.

Gimana? Lets do it Guys!

Tinggalkan komentar

Shift Briefing : Its Tactical Brief!

Setiap pergantian Shift merupakan moment penting dalam retail store. Seorang Store Manager (STM) atau Shift leader harus memanfaatkan Shift Briefing (SB) secara maksimal. Namun jangan kaget, dengan berbagai alasan, kegiatan ini sering hanya menjadi formalitas dan sekedarnya bahkan tak jarang juga hanya menjadi ajang curhat dan motivasi atau malah tidak dilakukan sama sekali dengan alasan sibuk.

Joke dikalangan team sales itu adalah Jika ga paham mau ngapain dan ga tau mau bikin apa maka cara paling efektif adalah Motivasi! Hehehehhe bener ga?

Agar efektif, dibawah ini adalah hal-hal yang harusnya dilakukan saat SB.

1. Performance Update

Beritahukan berapa target kita dan berapa yang sudah kita capai serta berapa yang harus kita capai hari ini. Akan lebih baik lagi jika ada tempat dimana menempelkan lembaran perkembangan pencapaian target baik itu sales, traffic hingga putaran barang atau key point yang menjadi Performance Indicator. Sehingga membantu team untuk selalu focus terhadap apa yang harus mereka capai.

Dengan Performance Update kita jadi tau Performance Gap yang harus kita capai.

2. Performance Evaluation & Feedback

Start dari apa yang sudah dilakukan, list down hal-hal yang sudah dilakukan. Kemudian evaluasi hasilnya satu persatu. Saat evaluasi lakukan secara data hindarkan penjelasan saja tanpa ada verifikasi data atau paling tidak bisa diukur.

Contoh kemarin sudah telp existing customer, namun tidak ada response. Maka yang harus di eksplor adalah berapa customer yang sudah ditelp? Jam berapa telp nya? Siapa customer nya dan apa saja response mereka?

Fungsi evaluasi adalah mengetahui apa yang sudah dilakukan dan apa yang belum dilakukan serta melakukan review atas hasil dari yang sudah dilakukan. Ini sangat penting, karena akan menjadi panduan perbaikan dan strategi kedepannya.

3. Tactical Action

Nah setelah tau Performance Gap kita, maka ini menjadi Objective yang harus kita capai sedangkan hasil Performance Evaluation & Feedback menjadi panduan dalam membuat tactical action.

Dalam memberikan Tactical Action, sesuai dengan namanya harus bersifat taktis atau sesuatu yang bisa langsung dikerjakan saat itu juga dan diukur hasilnya. Berbeda dengan strategic yang bersifat makro dan ukurannya baru terlihat beberapa waktu kemudian.

Tactical Action harus bisa menjawab pertanyaan dibawah ini

  • Apa Yang Harus Dicapai
  • Apa Yang Harus Dilakukan
  • Bagaimana Caranya & Ukurannya
  • Siapa Yang Melakukan

Hindarkan model brief seperti dibawah ini

  • Hanya berisi kata kata motivasi
  • Bersifat Global seperti Mari sama-sama kita melakukan yang terbaik
  • Tidak Memiliki Ukuran Langsung
  • Tidak Bisa langsung dikerjakan saat itu juga
  • Ajang Curhat
  • Menjelaskan tanpa data

Gimana dengan SB nya? Sudah dikerjakan dengan baik? Jika belum yuk lakukan tools simple ini dan jika dilakukan secara konsisten maka bisa membantu mendongkrak Performance store mu.

Tinggalkan komentar

Basic Merchandise Management for Store Manager Level

Pengelolaan Merchandise adalah salah satu cara untuk mengoptimalkan Performance store kita. Merchandise Management sangat penting, dibawah ini adalah beberapa manfaat dari pengelolaan yang baik dan benar.

A. Increase Space Productivity

Space bagi retail store sangat penting, karena itu salah satu ukuran produktifitas bagi store adalah kemampuan memanfaatkan space yang ada dalam menghasilkan revenue yang disebut dengan Productivity per Square Meter.

Rumus Dasarnya adalah : Total Sales / Total Luasan = Productivity Per Sqm

Dalam perkembangannya, produktifitas space tidak cukup hanya diukur dari space secara umum bahkan untuk retail store yang memiliki bermacam Stock Keeping Unit (SKU) atau item, maka produktifitas diukur hingga ke rak atau shelf.

Dasar pemikirannya adalah semakin benar barang yang diletakkan maka customer akan membelinya dan jika barang tersebut rutin dibeli maka termasuk fast moving dan itu berarti aliran revenue yang masuk makin lancar.

Ini artinya kita meletakkan barang yang tepat pada lokasi yang tepat diwaktu yang tepat.

B. Menurunkan Dead Stock

Pengelolaan Merchandise Management yang baik bukanlah tentang adu banyak barang di sebuah store. Kemampuan mengenali putaran barang adalah salah satu key utama keberhasilannya. Secara umum status barang dibagi atas 4 (empat) kategori.

  1. Fast Moving atau biasa disebut dengan Green Light, Putaran Barang Cepat
  2. Medium Moving atau biasa disebut dengan Yellow Light, Putaran tidak terlalu cepat
  3. Slow Moving atau biasa disebut dengan Red Light, Putaran Lambat
  4. Dead Moving ini barang sudah sangat lambat cenderung tidak bergerak

Kategori barang diatas dilaporkan mulai dari level store hingga nasional sehingga menghindarkan pembelian berulang atau berlebih untuk barang-barang tersebut. Dengan demikian kita bisa memilki barang stock dengan tepat jumlah.

C. Mengenali Karakteristik Customer

Dari barang yang laku kita bisa mengenali karakteristik customer kita. Kok bisa? Secara detail akan dibahas diarticle berikutnya ya. Apa yang dibeli oleh seorang menggambarkan Needs yang mereka butuhkan. Perbedaan barang yang dibeli untuk kategori yang sama menunjukkan Kemampuan beli mereka dimana Wants nya harus dicari dengan survey atau customer feed back.

Jika dianalisa lebih advance maka kita bahkan bisa memperkirakan apa yang akan menjadi sumber revenue kita beberapa bulan kedepan, mana yang harus kita ganti serta apa yang perlu kita tingkatkan. Apalagi jika kita menjalankan strategi Customer Retention, maka kemampuan mengelola merchandise management sampai dengan tingkat customer bisa menghasilkan personal approach yang powerful.

Gimana? Sudah mulai kebayang? Next Article kita bahas lebih teknis ya.